Kebudayaan Di Lingkungan Masjid Mempengaruhi Peradaban Islam
Nim : 175231056
Kelas : Perbankan Syariah 1B
PENDAHULUAN
Masjid al-huda didirikan tahun 1978, awalnya masjid ini adalah masjid kelurahan yang kemudian dikembangkan warga lingkungan melikan, dengan bantuan dana dari para perantau. Awalnya masjid ini sangat sederhana, dindingnya terbuat dari batu dan atapnya menggunakan seng. Dan setelah mendapat bantuan dana dari Bapak Hasan Al Idrus teman bapak Sugandi yang bertempat tinggal di-Surakarta. Masjid mengalami perubahan atapnya diganti dengan genting dan lantainya sudah diplester.
Setelah itu dibangun pagar dan tanggul untuk membatasi masjid karena samping masjid adalah Telaga Winong, mengapa dibuat tanggul? Karena setiap musim penghujan air dari telaga meluap dan masuk kemasjid sehingga menganggu jamaah untuk melaksanakan sholat. Dan juga untuk menghindari agar hewan peliharaan warga tidak masuk ke masjid, karena masih banyak warga disekitar masjid memelihara anjing, jadi untuk mengantisipasi agar tidak masuk ke masjid dan menyebabkan najis .
Setelah itu dibentuk takmir masjid untuk mengurusi masjid, awalnya diketuai oleh bapak suyato setelah satu tahun digantikan oleh bapak warsito karena bapak suyato pindah ke Surakarta. Pada tahun 2012 mulailah takmir masjid menegaskan tentang sertifikat tanah yang dari awal pembuatan masjid belum ada kejelasan. Tanah tersebut milik bapak Paimin, diwakafkan untuk membuat masjid karena beliau akan pindah ke Sumatra.
Para takmir mendatangi kantor kecamatan untuk menegaskan berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuat sertifikat, dan apa saja persyaratan yang akan digunakan. Setelah persyaratan lengkap barulah sertifikat jadi, proses pembuatan sertifikat adalah 6 bulan, setelah sertifikat jadi takmir masjid mencari penyumbang dana, takmir mengajuakan proposal ke yayasan bina muwahidin yang berpusat di jakarta. Akhirnya mendapat persetujuan dari yayasan, takmir menerima dana sebesar 125 juta dan masjid juga mendapatkan sumbangan dari para perantau sebesar 50 juta. Pembangunan masjid dilakukan oleh bapak tukang dan juga dibantu oleh warga lingkungan melikan tiap RT perhari nya bergantian.
Masjid dibuat berbentuk persegi, dengan satu pintu utama didepan, dan empat jendela didepan. dan terdapat ventilasi udara berjumlah 6, dan disamping kanan dan kiri juga terdapat pintu utama, dua jendela dan juga 6 ventilasi udara disetiap sisinya. Masjid dicat warna orange karena menurut takmir warna orange memiliki arti positif seperti meningkatkan kebahagiaan, dan juga agar berbeda karena didaerah saya kebanyakan masjid berwarna hijau dan putih.
Disamping kanan masjid terdapat tempat untuk TPA tetapi jarang digunakan karena terdapat keranda, dan juga berbagai alat-alat lainnya. Jadi anak-anak takut untuk masuk ke-situ, mereka lebih memilih melakukan TPA di masjid. Selain itu tempat TPA tidak muat untuk menampung anak-anak. Tpa tersebut diberi nama TPA A’malluddin. Sebelah kiri masjid terdapat tempat untuk bewudhu pria/wanita dan toilet.
Didalam masjid terdapat mimbar untuk ceramah yang dibuat menggunakan kayu jati asli, mimbar itu ada sejak awal pembuatan masjid dan sampai sekarang masih digunakan. Dan juga catnya diganti, menambal bagian-bagian yang berlubang karena keropos. Didalam masjid terdapat dua ruangan, yang pertama adalah gudang samping kiri imam, tempat sound sistem sebelah kanan imam.
Langit-langit masjid dibentuk seperti kubah, dibuat seperti itu karena permintaan donatur. Dan diberi kesan awan-awan, pembuatan nya berlangsung selama 2 minggu dengan biaya kurang lebih 5juta. Pegawainya didatangkan dari Kediri.
Dimasjid ini juga terdapat almari untuk buku bacaan yang bisa dipinjam, dan juga tempat untuk meletakkan mukena, bagi orang yang akan sholat ke masjid dan tidak membawa mukena, dimasjid ini alhamdulillah sudah modern sudah menggunakan sajadah panjang yang berwarna hijau dan merah. Sajadah itu didapat dari sumbangan bapak suyato, mantan ketua takmir masjid pertama.
Awalnya masjid mempunyai seorang marbot yang bernama bapak tumikan, bapak tumikan diberhentikan karena takmir berfikir, masjid adalah milik bersama, milik semua warga lingkungan melikan jadi harus dijaga, dan dilestarikan bersama. Bukan hanya diserahkan ke salah satu warga untuk mengurus kebersihan masjid, dan juga adzan setiap harinya. Sekaran setelah tidak ada marbot warga lingkungan melikan mau bekerja bakti setiap sebulan sekali untuk membersihkan masjid. Dan mereka tergerak untuk adzan setiap waktu sholat wajib.
Masjid menjadi masjid utama di melikan, sebenarnya ada masjid lagi akan tetapi itu perorangan jadi tidak boleh digunakan. Hanya pemiliknya dan kerabatnya saja yang boleh menggunakan. Jadi masjid Muhammad Farhan dijadikan masjid utama di Melikan Gedong, tetapi untuk sholat idul fitri dilaksanakan dilapangan karena kita mengadakan sholatnya dengan beberapa desa, jadi dilakukan dilapangan karena tempatnya yang lebar.
Masjid ini diberi nama Al-Huda memiliki arti petunjuk. Yang bermakna agar warga lingkungan melikan senantiasa diberikan petunjuk oleh Allah SWT agar berjalan dijalan-Nya. Sekarang diganti dengan nama masjid Muhammad Farhan karena pemintaan dari yayasan Binamuwahidin, muhammad farhan adalah nama salah satu anak pemberi dana yang ada di Turki.
2. Mewawancarai
Saya mewawancarai bapak sugandi tentang masjid Al-Huda karena Bapak Sugandi wakil ketua bapak suyato dan juga yang paling tau tentang perkembangan masjid pada awal dibuat. Setelah itu saya mewawancarai bapak warsito selaku ketua takmir masjid muhammad farhan, dan beliau juga yang paling tau mengenai dana-dana dan juga perkembangan masjid saat ini. Saya juga mewawancarai bapak piato beliau adalah sesepuh desa, beliau yang paling tau tentang tradisi apa saja yang dilakukan dimasjid sejak dahulu hingga sekarang.
Di masjid Muhammad Farhan terdapat berbagai kegiatan yaitu, kegiatan TPA setiap hari minggu dan kamis. Pengajian ibu-ibu setiap malam minggu dan malam selasa. Dan juga kegiatan perkumpulan rutin remaja masjid setiap malam jumat.
Melakukan selamatan di masjid setiap malam idul fitri dan bersih desa dengan melakukan tayub di lingkungan masjid.
PEMBAHASAN
1. Selamatan menjelang lebaran
Masjid muhammad farhan berdiri di lingkungan Melikan 02/05 Gedong Kecamatan Pracimantoro. Masjid didirikan disamping telaga winong, Di masjid muhammad farhan setiap malam idul fitri selalu mengadakan selamatan, atau gendurian sebutan didaerah saya. Awalnya kegiatan ini ditentang oleh beberapa warga karena masjid bukan untuk melakukan kegiatan seperti itu, melainkan masjid digunakan untuk beribadah.
Banyak pro dan kontra tentang kegiatan tersebut, sesepuh masjid menolak kalo kegitan tersebut tidak dilakukan mereka menganggap itu sudah tradisi atau turun temurun. Mereka tidak mau menghilangkan tradisi karena takut leluhur penunggu telaga marah.
Pihak yayasan Bina Muwahiddin meminta untuk tidak melakukan selamatan di masjid, mereka tidak mau masjid disalah gunakan. Sampai pihak yayasan mengancam tidak mau memberikan sumbangan lagi kalo masih digunakan tetapi itu tidak membuat sesepuh mengurungkan niatnya untuk tidak melakukan kegiatan tersebut.
Pernah pada tahun 2015 selamatan di adakan dirumah bapak kepala desa pada sore harinya, tetapi sama saja malam nya warga membawa tumpengan ke masjid untuk diijab kan oleh sesepuh desa. Sampai banyak warga yang tidak setuju tidak ikut takbiran di masjid, karena mereka takut kalau mendapat dosa apabila ikut disana.
Awalnya kenapa kegiatan tersebut diadakan di masjid karena sesepuh beranggapan kalau masjid dibuat berdekatan dengan telaga jadi mereka harus melakukan kegiatan tersebut untuk menghormati para leluhur pendahulunya, mereka harus membawa tumpengan ke masjid. Kalau tidak membawa mereka beranggapan pendahulunya akan marah.
Sampai sekarang kegiatan tersebut masih dilakukan.
2. Tayub dilingkungan masjid (bersih dusun)
Bersih dusun atau rasulan masih sering dilakukan didesa-desa. Seperti didesa saya dilakukan setiap satu tahun sekali dengan berbagai acara salah satunya adalah tayub. Tayub adalah seni tari yang dilakukan oleh para penari dengan alunan gendang para pemainnya. Biasanya dilakukan oleh 3 orang penari, salah satunya bernyanyi untuk mengiringi tarian.
Para sesepuh desa diundang untuk mengikuti tarian para penari, terutamanya sesepuh desa yang laki-laki. Acara tersebut dilakukan di dua tempat yang pertama di pagi hari dilakukan di lingkungan masjid dan yang kedua dilakukan dirumah bapak kepala desa.
Tayub dipagi hari dilakukan di lingkungan masjid karena tidak lama hanya berdurasi sekitar setengah jam,hanya untuk menjaga tradisi turun temurun nenek moyang terdahulu dan juga masjid terletak didekat telaga winong. Sehingga dilakukan di masjid. Mereka membuat tenda kecil yang berisi alat-alat musik para penabuh gendang dan juga tempat sesaji atau tumpeng.
Setelah itu tayub dilakukan di rumah bapak kepala desa selama siang sampai malam hari, tayub dilingkungan masjid selalu dilakukan ditempat kami, walaupun sudah disarankan pindah oleh takmir dan sudah disediakan tempat untuk melakukan kegiatan tersebut masih saja dilakukan.
REFLEKSI TERHADAP SEJARAH PERADABAN ISLAM
Menurut saya kegiatan selamatan saat malam takbir dan tayub dilingkungan masjid juga mempengaruhi sejarah peradaban islam, karena sejarah islam didesa saya ada pengaruh adatnya, berbeda dengan desa-desa yang lain. Jadi pengaruh budaya nenek moyang masih sangat kental terhadap perkembangan islam didesa saya.Menurut saya masjid saya juga sangat strategis karena terletak ditengah-tengah desa. Dan juga terkesan modern karena arsitektur pemuatan nya dipengaruhi oleh yayasan.
Lampiran